BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang di
lakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan
bimbingan,pengajaran,dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar
sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan
peran dalam berbagai lingkungan hidupsecara tepat di masa yang akan datang
Dalam
Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 disebutkan bahwa: “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 butir
14).
Anak
usia dini adalah sekelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat unik. Artinya memiliki pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan kognitif (daya pikir,
daya cipta), sosio emosional, bahasa dan komunikasi yang sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui anak tersebut.
Anak usia dini adalah individu yang unik dengan berbagai krakteristik baik
pertumbuhan dan perkembangan.
Setiap manusia sejak lahir sudah di lengkapi dengan berbagai macam
kecerdasan tetapi secara umum yang akan nampak dua atau tiga kecerdasan
Gardner menekankan,
bahwa kecerdasan tidak hanya berupa kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas
di sekolah saja yang lebih banyak kaitannya dengan kemampuan verbal logis,
melainkan kecerdasan itu adalah kumpulan kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk memahami informasi, mengumpulkan fakta dan menyampaikan pengetahuan
yang didapatnya Gardner membagi kecerdasan majemuk anak menjadi 8 kategori
Untuk meningkatkan kecerdasan Multiple anak Maka disini seorang guru
harus lebih kreatif atau pintar dalam membuat perencanaan pembelajaran,dan menyediakan media yang dapat memberikan
semangat atau motivasi dalam belajar, sehingga menjadikan suasana belajar yang
menyenangkan.
Maka disini penulis akan membahas rencana pembelajaran dan mengevaluasi
media pembelajaran yang di gunakan dalam proses pembelajaran melalui obserfasi
penulis di sekolah SD WENING. Jl.Masjid Walang,Rawa Badak selatan KOJA
B. Tujuan
Tujuan mengevaluasi media
pembelajaran adalah untuk mengetahui kekurangan penggunaan
media pembelajaran yang di gunakan oleh Guru di sekolah SD WENING. Jl.Masjid Walang,Rawa Badak
selatan KOJA
Kelas 1 dalam mengembangkan multiple intelegence anak
C. Manfaat
Dengan adanya pengembangan media pembelajaran ini diharapkan
berguna bagi guru, anak masyarakat maupun sekolah, antara lain :
1. Bagi guru, agar mampu mengembangkan media
pembelajaran dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan bagi anak
sebagai upaya menstimulasi potensi anak, agar dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan
multiple
2. Bagi anak, agar memperoleh kesenangan dan kegembiraan
melalui media pembelajaran yang di berikan guru
3.bagi sekolah agar dalam menyusun rencana pembelajaran
dapat menyediakan media yang dapat merangsang multiple intelegence anak
BAB II LANDASAN TEORI
A.hakekat
perkembangan anak usia dini
1.
Perkembangan
Menurut Santrok dan Yussen bahwa
perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada saat terjadi
pembuahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan.
Sedangkan Reni Akbar Hawadi mengatakan
bahwa perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari
potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan
ciri-ciri yang baru. Dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia yang
diawali dari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian.
Hurlock mengartikan pertumbuhan dan
perkembangan tidak dapat berdiri sendiri, pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur. Tidak saja
individu menjadi lebih besar secara fisik, tetapi ukuran dan struktur organ
dalam dan otak meningkat. Akibat adanya pertumbuhan otak, individu mempunyai
kemampuan yang lebih besar, belajar mengingat dan berpikir. Individu tumbuh,
baik secara mental ataupun fisik. Sebaliknya perkembangan, berkaitan dengan
perubahan kualitatif dan kuantitatif, ia dapat didefinisikan sebagai deretan
progresif dan perubahan yang teratur dan koheren. Progresif menandai bahwa perubahannya terarah,
membimbing mereka maju dan bukan mundur, teratur dan koheren menunjukan adanya
hubungan nyata antara perubahan yang terjadi dan yang telah mendahului atau
yang akan mengikutinya.
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas
adalah bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang
semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan
yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi
jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ketahap kematangan melalui
pertumbuhan, kematangan dan belajar.
2. Fase-fase Perkembangan.
Untuk memudahkan pemahaman tentang
perkembangan maka dilakukan pembagian berdasarkan waktu-waktu yang dilalui
manusia dengan sebutan fase. Santrok dan Yussen membaginya atas lima fase
yaitu:
1). Fase pranatal (saat dalam
kandungan)
Adalah waktu yang terletak antara masa
pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat
ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel menjadi satu organisme
yang lengkap dengan otak dan kemampuan berprilaku dihasilkan dalam waktu lebih
kurang sembilan bulan.
2). Fase bayi
Adalah saat perkembangan yang berlangsung
sejak lahir sampai 18 atau 24 bulan. Masa ini adalah masa yang sangat
bergantung kepada orang tua. Banyak kegiatan-kegiatan psikologis yang baru
dimulai misalnya bahasa, koordinasi, sensori motor dan sosialisasi.
3). Fase
Kanak-kanak awal
Adalah fase perkembangan yang berlangsung
sejak akhir masa bayi sampai 5 atau 6 tahun, kadang-kadang disebut masa
prasekolah. Selama fase ini mereka belajar melakukan sendiri banyak hal dan
berkembang keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan kesiapan untuk
bersekolah dan memanfaatkan waktu selama beberapa jam untuk bermain sendiri
ataupun dengan temannya. Memasuki kelas atau SD menandai berakhirnya fase ini.
4). Fase
kanak-kanak tengah dan akhir
Adalah fase perkembangan yang berlangsung
sejak kira-kira umur 6 sampai 11 tahun, sama dengan masa usia SD. Anak-anak
menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Secara
formal mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian
prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian diri sendiri
bertambah pula.
5). Fase
remaja
Adalah masa perkembangan yang merupakan
transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa awal, yang dimulai kira-kira 10
sampai 12 tahun dan berakhir kira-kira umur 18 sampai 22 tahun. Remaja
mengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat cepat, perubahan perbandingan
ukuran bagian-bagian badan, berkembangnya karakteristik seksual seperti
membesarnya payudara, tumbuhnya rambut pada bagian tertentu, dan perubahan
suara. Pada fase ini dilakukan upaya untuk mandiri dan pencarian identitas
diri. Pemikirannya lebih logis, abstrak dan idealis. Semakin lama banyak waktu
dimanfaatkan di luar keluarga.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa semua anak mengalami perkembangan sesuai dengan fase
perkembangannya, tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak sama
kecepatan perkembangannya dikarenakan setiap individu berbeda secara biologis
dan genetik, oleh karena itu sebagai orang tua dan pendidik tidak boleh
menyamakan atau membanding-bandingkan antara satu anak dengan yang lainnya.
3.
Tugas Perkembangan
pada Masa Kanak-kanak
Tugas
perkembangan menurut Robert J. Havighurst adalah sebagian tugas yang muncul
pada suatu periode tertentu dalam kehidupan individu, yang merupakan
keberhasilan yang dapat memberikan kebahagiaan serta memberi jalan bagi
tugas-tugas berikutnya. Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan bagi individu,
penolakan oleh masyarakat dan kesulitan untuk tugas perkembangan berikutnya.
Menurutnya setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan
aspek-aspek lainnya yaitu fisik, psikis, serta emosional, moral dan sosial.
Berikut ini tugas
perkembangan pada masa kanak-kanak:
1). Belajar berjalan
2). Belajar makan makanan padat
3). Belajar mengendalikan gerakan
badan
4). Mempelajari peran yang sesuai
dengan jenis kelaminnya
5). Memperoleh stabilitas
fisiologis
6). Membentuk
konsep-konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan fisik
7). Belajar
menghubungkan diri secara emosional dengan orang tua, kakak, adik, dan orang
lain
8). Belajar membedakan yang benar dan yang salah.
Melalui
pemahaman tentang tugas perkembangan masa kanak-kanak ini, diharapkan akan
menjadi suatu pegangan dan pedoman bagi pendidik untuk membantu anak mencapai
tugas perkembangan berikutnya
B.hakekat kecerdasan
a. pengertian kecerdasan
kecerdasan artinya adalah kemampuan seseorang untuk
menggabungkan informasi yang didapat dari kemampuan menyesuaikan diri dengan
situasi secara tepat dan efektif. Kecerdasan memang erat hubungannya dengan
kemampuan berpikir. Yang disebut dengan anak yang cerdas adalah anak yang
tanggap, cepat paham, mampu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan dapat
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Intelejensi atau kecerdasan
merupakan salah satu fase dari hasil perkembangan otak
Salah
satu anugerah yang sangat luar biasa dari Tuhan kepada manusia adalah kecerdasan.
Anugerah ini diberikan dengan cuma-cuma alias gratis agar manusia dapat menjadi
wakil-Nya atau khalifah di muka bumi, sehingga dapat mengelola kehidupan dengan
baik.
Setiap
anak manusia yang dilahirkan ke dunia ini sudah dibekali dengan satu triliun
sel neuron yang terdiri dari seratus miliar sel aktif dan sembilan ratus miliar
sel pendukung yang kesemuanya berkumpul di otak. Setiap satu sel neuron
memiliki kemungkinan membentuk seratus ribu sambungan kompleks antarsel neuron
yang bekerja mengolah informasi secara random. Kalau digunakan, setiap sel bisa
berkoneksi dengan dua puluh ribu sel lainnya. Otak yang demikian canggih ini,
sudah barang tentu, mempunyai kapasitas memori yang luar biasa. Menurut para
ahli, otak manusia sanggup menyimpan ingatan secara conscious (ingatan di luar
kepala) ekuivalen dengan lima ratus ensiklopedia besar.
Berdasarkan
potensi kecerdasan sebagaimana yang disebutkan di atas, setiap manusia sesungguhnya
berpotensi untuk menjadi manusia yang genius. Namun, sayang sekali, kapasitas
otak yang dipergunakan oleh manusia pada umumnya hanya dipakai kurang dari satu
persen. Padahal, kalau manusia mau memakai otaknya sampai delapan persen saja,
maka ia akan menjadi manusia genius seperti Enstein
B. Faktor- faktor yang mempengaruhi kecerdasan
1. Faktor genetik atau keturunan
Faktor genetik disini adalah orang tua yang memiliki intelegensi baik dapat
diasumsikan memiliki anak yang membawa gen intelegensi baik juga, namun tidak
selamanya bisa berlaku demikian
2. Faktor lingkungan
Maksud dari faktor lingkungan di sini adalah, sekalipun anak lahir dari
ayah dan ibu yang cerdas, tapi bila ia tidak mendapat lingkungan yang mendukung
seperti sekolah yang baik dan rangsangan yang tepat maka kecerdasan tidak akan
berkembang. Nah saat yang tepat untuk mengasah kecerdasan dilihat dari
perkembangannya ialaha sejak di kandungan sampai usia 5 tahun
3. Faktor gizi
Faktor gizi ini juga memegang peranan penting dalam kecerdasan. Zat gizi
yang paling penting untuk pertumbuhan otak ialah protein (hewani dan nabati),
Omega – 3 misalnya seperti salmon, tuna, tempa, tahu, kacang-kacangan, dan
sayuran hijau, zat besi. Yang perlu diingat adalah kecerdasan ini merupakan
proses panjang dan berkesinambungan
Nah zat gizi ini tidak hanya untuk pertumbuhan otak tetapi juga untuk
pertumbuhan organ tubuh yang lainnya yang berkembang terus. Karena itu
dianjurkan anak harus diberikan gizi seimbang.
c. Multyple Intelligence (MI)
Howard
Gardner (1983) telah mengembangkan moddel kecerdasan melalui penelitian lebih
dari 20 tahun. Dalam mengembangkan model kecerdasan jamak ini, Gardner
menjelajahi berbagai disiplin ilmu seperti neourobiology, antropologi,
psikologi, filsafat, dan sejarah. Gardner mengembangkan kecerdasan jamak dengan
menggunakan dasar dari hasil kerja para pakar diantaranya Jean Piaget.
Gardner
akhirnya sampai pada suatu kesimpulan/pandangan bahwa kecerdasan bukanlah
sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan akan lebih tepat jika digambarkan
sebagai suatu kumpulan atau ketermapilan yang dapat ditumbuhkembangka.
Kecerdasan bersifat laten, ada pada setiap manusia tetapi dengan kadar
pengembangan yang berbeda. Dalam menjelaskan mengenai kecerdasan, Gardner
menggunakan kata/istilah Bakat atau Talenta (Gunawan, W. Adi, 2003:230).
Dengan teori MI nya Gardner menekankan, bahwa
kecerdasan tidak hanya berupa kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas di
sekolah saja yang lebih banyak kaitannya dengan kemampuan verbal logis,
melainkan kecerdasan itu adalah kumpulan kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk memahami informasi, mengumpulkan fakta dan menyampaikan pengetahuan
yang didapatnya. Gardner membagi kecerdasan majemuk anak menjadi 8 kategori
yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik
Anak-anak yang berbakat dalam linguistik dapat
distimulasi dengan mengucapkan, mendengar dan melihat kata-kata . Cara terbaik
adalah melakukan tanya-jawab setiap selesai melakukan kegiatan, memperlihatkan
gambar-gambar, mendengarkan kaset/rekaman dan menciptakan kesempatan untuk latihan
menulis dan mencoret-coret. Dalam bermain kenalkan anak pada huruf dan angka.
Bermain bisa dilakukan dengan peralatan sederhana, misalnya koran dan pensil.
Mintalah anak melingkari huruf A, B ....dan seterusnya pada kalimat yang ada di
koran. Hal yang sama dapat dilakukan dengan angka 1, 2, 3..... dst. Pemahaman
anak terhadap huruf bisa kita stimulasi dengan permainan tebak kata, misalkan
dengan menyebutkan benda-benda yang berawalan A, B, C ...dst. Selain itu kita
juga bisa menanyakan huruf apa yang mengawali kata „ ayam“, „bebek“, „cicak“,
„domba“.....dstnya, sambil menirukan suaranya atau gerakannya.
Anak diatas 3 tahun sangat senang bermain
tebak-kata. Perbendaharaan kata dapat kita ajarkan dengan menerangkan
ciri-ciri binatang, buah atau tanaman, sambil kita mengajarkan anak itu untuk
merangkai kata tentang gambar-gambar yang dipotong dari majalah/surat kabar
yang kita laminating. Biarkan anak mengungkapkan pikirannya tentang
gambar-gambar tsb. Ajak anak menyusun gambar-gambar itu menjadi satu rangkaian
cerita atau suruhlah anak menceritakan pengalamannya hari ini atau kemarin.
Pada usia 4-5 tahun, anak biasanya sudah bisa menulis,
berilah pensil dan kertas. Latihlah anak mengungkapkan perasaannya dengan
menulis kalimat pendek: „Aku cinta mama“, „Aku sangat senang“ dll. Bila usia
bertambah, misalnya 6 tahun, ajarkan anak untuk mengungkapkan keinginannya
dalam beberapa kalimat pendek dan berurutan. Kecerdasan linguistik
mencakup kemampuan mendeskripsikan sesuatu tidak hanya tertulis saja, melainkan
juga secara lisan. Oleh karena itu ajarkan anak bisa berdiskusi, bermain peran,
misalnya jadi dokter, guru dll. Dalam melakukan permainan, perdengarkan
lagu-lagu dengan bermain merebut meja/kursi, misalnya atau siapa yang duluan
duduk atau berdiri, sambil bertepuk tangan mengikuti irama, dll.
-
2. Kecerdasan Logis-Matematis
Permainan yang penuh strategi dan eksperimen untuk
anak usia 1-5 tahun banyak dijual di pasaran, namun sebaiknya anak dikenalkan
dengan benda-benda yang konkret/nyata terlebih dahulu, sebelum ke benda-benda
abstrak. Karena dengan benda-benda konkret anak bisa menyentuh,meraba dan
memegangnya, kemudian menjadikannya bahan percobaan:
·
Mengelompokkan Benda-Benda (2-4 tahun)
Benda harus diklasifikasi dan diberi kategori
mengikuti konsep logika dan matematika, contohnya sendok makan/teh dari
sekelompok alat makan dan mengelompokkan permen coklat berlapis warna-warni
berdasarkan warnanya atau bentuknya. Orangtua/Guru dapat mengkombinasikan
permainan dengan pengenalan bilangan, melakukan pengurangan dan penjumlahan
sederhana.
·
Mengenalkan Lagu/Syair yang memakai Bilangan (2-4 tahun)
Berhitung juga bisa dilakukan dengan lagu atau syair
berirama untuk mempelajari berbagai tema dengan muatan dasar berhitung, sambil
mempergakan jari sesuai dengan bilangan yang dinyanyikan. Hal ini akan membuat
anak paham tentang konsep bilangan dengan berpikir lebih abstrak.
·
Mengukur Telapak Kaki (3-4 Tahun)
Menggunakan satuan standar untuk mengukur panjang
seperti penggaris dan kali ini gunakan pola kaki yang terbuat dari kertas, bisa
pola kaki sendiri atau dari mama, papa atau adik. Ini sudah merupakan konsep
matematika. Kegiatan ini sangat menyenangkan, apalagi bila yang diukur adalah
bagian tubuhnya. Pada awalnya bantulah anak membuat pola kakinya sendiri yang
kemudian digunting dan dijiplak diatas kertas karton manila dengan warna
berbeda-beda dan hitung jumlahnya sesuai warna tsb.
·
Konsep Berat dengan Batang Kayu atau Gantungan Pakaian (3-6 Tahun)
Kaitkan tali pada pijakan kayu yang berada diatas,
lalu ikatkan pada penggantung pakaian. Setelah itu kaitkan gelas plastik yang
kosong di gantungan kiri dan kanan. Biarkan anak mengisi gelas kosong itu
dengan benda-benda dan sebutkan mana yang lebih berat, yang kiri atau kanan,
hitung jumlahnya pada masing-masing gelas. Kemudian anak disuruh membuat
sendiri alat timbangan sederhana.
·
Permainan dengan Kalkulator (3-6 Tahun)
Anak suka bermain dengan peralatan yang ada di rumah.
Berikan dia kalkulator, agar dia cepat akrab dengan lambang bilangan, termasuk
bilangan „0“. Beritahu anak cara menggunakan kalkulator, bagaimana menampilkan
bilangan dan juga menghapusnya.
·
Mengenalkan Konsep Bilangan „0“ (2-4 Tahun)
Bila anak sudah menguasai bilangan 1-10, barulah konsep
bilangan „0“ bisa diajarkan. Permainan dimulai dengan menghitung benda-benda
yang dilekatkan pada papan berperekat atau bermagnet. Cobalah ambil gambar itu
satu-satu, sambil menghitung sisanya. Lakukan berulang kali sampai tidak ada
lagi gambar yang tersisa pada papan, bahwa yang dilihat anak pada papan adalah
„0“ gambar dan perkenalkan wujud tulisan „0“ dan suruhlah anak
menulisnya.
-
3. Belajar Visual-Spasial
Kemampuan visual-spasial anak dapat distimulasi dengan
penggunaan gambar, visualisasi dan permainan warna. Sediakanlah alat-alat yang
diperlukan seperti crayon, pensil warna,cat air, kertas, atau gabus. Biarkan
anak menggambar bebas untuk mengembangkan imajinasinya atau dengan mengikuti
contoh gambar. Saat anak menggambar, imajinasi dan kreativitas anak terangsang.
Dengan begitu anak bisa dengan mudah mengekspresikan dirinya. Kemudian kenalkan
anak dengan warna-warna dasar terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan
pencampuran warna. Anak bereksperimen mencampurkan warna merah dengan putih,
terciptalah warna baru yaitu merah muda. Pertama kali anak mengalami ini, dia
sudah melalui satu proses kreatif yaitu membuat sesuata yang tadinya tidak ada
menjadi ada.
Untuk dapat menggambar, anak harus melalui tahapan
mencoret-coret seperti benang kusut dulu, baru kemudian terlihat ada garis dan
kurva-kurva. Semakin lama garis dan kurva tsb semakin jelas bentuknya. Gerakan
anak mencoret-coret dan menarik garis disebut motorik halus. Selain itu gerakan
mencoret ini melatih koordinasi mata dan tangan yang akan menuju pembentukan
huruf dan angka. Coretan merupakan tahapan menggambar dan juga sarana untuk
mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak. Ini merupakan satu kemampuan
untuk mendukung kecerdasan visual-spasial. Coretan merupakan manisfestasi imajinasi
anak.
Mulai usia 2 tahun anak biasanya suka
mencoret-coret dinding. Lapisilah dinding kamar tidur anak dengan kertas gambar
tebal berukuran besar atau kertas biasa yang disambung-sambung, hingga
berukuran agak besar.Bebaskan anak untuk mencoret dan berikan lagi bila anak
meminta kertas berulang-ulang. Kemampuan visual-spasial juga bisa distimulasi
dengan bernyanyi tentang pemandangan, agar anak tahu konsep sawah, gunung,
bukit, langit dll. Musik membuat anak semakin pintar, sebab ada hubungan erat
antara musik dan penampilan tugas-tugas spasial.
Selain itu anak bisa diajarkan membuat prakarya, dan
media yang dipakai biasanya kertas warna, sedotan, tali raffia, cat air, kapas
ataupun kertas tisu. Dalam membuat prakarya, anak dituntut untuk berkreasi dan
berimajinasi dengan memanipulasi kertas, cat atau bahan lainnya menjadi
sesuatu. Dalam mengembangkan kecerdasan visual-spasial anak kita
harus tahu tahapan-tahapannya. Misalnya anak umur 2 tahun jangan disuruh
menggambar rumah, karena anak seusia ini belum bisa memegang crayon atau pensil
warna dengan baik. Perkembangan motorik halusnya memang belum mencapai
kematangan untuk menggambar dengan bentuk jelas. Berikan kertas bergambar yang
bisa diwarnai dengan mencoret-coret, arahkan coretan vertikal atau horisontal.
-
4. Belajar Cara Kinestetik/Gerak
Tubuh
Kecerdasan ini dapat distimulasi dengan menari,
bermain peran, permainan dengan gerakan tangan, melompat, berlari, bermain
drama, latihan-latihan olah tubuh seperti senam anak, renang, bermain tenis,
sepak bola atau melakukan pantomim dll. Karena itu carilah Taman Bermain
atau Taman Kanak-Kanak yang menyediakan fasilitas kolam renang misalnya
atau tempat bermain yang memadai. Dalam melakukan kegiatan olah tubuh misalnya,
bisa diperdengarkan musik dan gerakan anak mengikuti irama dll. Biasanya
anak yang cerdas kinestetik gerakannya lincah dan tubuhnya lentur, anaknya
periang, menyukai musik dan disukai lingkungannya.
-
5. Belajar dengan Cara Musikal
Menurut Gardner kecerdasan musik anak bukan
seperti tanggapan orang pada umumnya merupakan bakat yang dibawa sejak lahir,
melainkan dapat dirangsang dan diasah sejak dini. Anak-anak diajarkan melalui
irama dan melodi. Semua bisa dipelajari dengan mudah, bila hal itu dinyanyikan atau
diberi aba-aba dengan ketukan menurut irama. Anak diperkenalkan dengan
lagu-lagu dan ritme. Pengenalan lagu-lagu harus dilakukan secara bertahap dan
sesuai usia. Mulailah dengan syair yang pendek dulu seperti
„Cicak,Cicak“, „Twinkle, Twinkle“ kemudian ke syair yang lebih panjang,
misalkan „Balonku“. Lakukan latihan dengan beragam ritme, cepat dan lambat
secara bergantian. Kemudian bisa divariasikan dengan gerakan atau gaya misalnya
dalam menyanyikan “Topi Saya Bundar” atau “Kupu-Kupu”. Setelah itu anak
diajarkan menirukan bunyi instrument seperti gitar, gendang sesuai ritme lagu
dll. Dengan disiplin yang tinggi dan latihan yang teratur, anak bisa menyanyi
dan memainkan alat musik tertentu, misalnya piano, orgen, gitar, dll.
-
6. Melatih Kecerdasan Interpersonal
Anak-anak diajarkan berhubungan dan berinteraksi satu
sama lain dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka perlu diarahkan
untuk berkomunikasi dengan oranglain dan guru dengan baik. Banyak permainan
yang dapat dibuat untuk meningkatkan dukungan kelompok, penetapan aturan dan
prilaku, kesempatan bertanggung-jawab, toleransi, tidak egois, menyelesaikan
masalah bersama-sama. Permainan ini memerlukan kesabaran yang tinggi.
Karena pada usia 2-5 tahun anak masih berada pada taraf egosentris, yaitu
tertuju pada kemauannya sendiri, bukan orang lain.
Pada mulanya dengarkanlah pendapat anak terlebih dulu,
barulah kita berikan alternatif pendapat lain. Dengan cara ini anak akan
mengenal perbedaan pendapat dan cara-cara mengatasinya. Kemampuan
bersosialisasi dapat juga dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan sosial,
misalkan membersihkan halaman dan lingkungan sekitar bersama-sama atau
mengunjungi orang yang tertimpa musibah banjir, gempa dll. Dengan cara ini anak
dapat dirangsang untuk mempunyai kepekaan sosial, memahami dan mengerti
perasaan orang lain dan selalu bersyukur akan kehidupannya yang lebih baik.
Jelaskan dan ajarkan anak untuk bersikap yang
seharusnya, jika menghadapi orang yang tertimpa musibah. Selain itu anak
juga diajarkan untuk bersikap ramah-tamah terhadap orang sekitarnya, sehingga
hubungan berkomunikasi tidak terganggu dan kesalah-pahaman tidak terjadi.
Kemampuan interpersonal juga bisa diajarkan dengan mendengarkan orang lain,
membiarkan orang lain selesai berbicara dan berbicara sesuai gilirannya. Hal
ini dapat dilatih dengan permainan „Tongkat berbicara“. Dengan permainan ini,
anak dilatih kesabarannya untuk menunggu giliran berbicara dan mendengarkan
pembicaraan anak lain/guru terlebih dahulu. Orangtua/Guru dapat memberikan
tongkat yang telah dihias lucu dan diberikan kepada anak yang ingin berbicara,
sementara anak lain menunggu gilirannya dan mendengarkan. Anak yang memegang
tongkat ini dapat berbicara singkat, jelas,beraturan dan jujur.
-
7. Bermain Dengan Cara Intrapersonal
Dalam hal ini anak diarahkan untuk bekerja sendiri dan
memilih kegiatan yang paling disukai dan mampu memahami dan mengenal dirinya
sendiri. Untuk melatih kemampuan ini, kita dpat memberikan permainan-permainan
dengan berbagai perasaan, misalnya menunjukkan perasaan sedih, gembira,
kesal, kecewa, bahagia dll. Sebelumnya kita harus menunjukkan dulu
berbagai perasaan dan emosi tsb diatas, dan terangkanlah situasi-situasi
yang menimbulkannya dan barulah anak memainkan peran sedang sedih,kesal
dll. Dalam hal ini anak harus dibantu dengan memberitahu emosi
apa yang dia sedang alami saat itu. Kegiatan seperti ini sangat
memperkaya batin anak dan membantu anak memahami diri sendiri dulu dengan baik,
sebelum dia memahami perasaan orang lain/guru dan
temannya.
Pada anak Autistik misalnya, karena lebih banyak asyik
dengan diri sendiri, justru lebih banyak distimulasi kecerdasan
interpersonalnya yaitu berinteraksi dengan teman/guru atau dibuat tertarik
dengan hal-hal yang di luar dirinya. Perangsangan emosi sangat penting
bagi mereka untuk memperkaya emosinya yang terbatas dan untuk
mengenali apa yang terjadi didalam perasaan dan emosinya itu. Kemampuan
intrapersonal ini sangat baik dikembangkan dengan permainan tanya-jawab
tentang perasaan dan emosinya, misal „Kamu senang melakukan apa?“, „Kamu
takut akan apa?“, „Kenapa kamu hari ini kelihatan sedih?“ dll atau biarkan
anak bermain peran dengan tokoh yang dikagumi atau dicintainya. Kegiatan ini
dapat pula dilakukan dengan menggunting dan
menempel gambar-gambar yang mencerminkan minat dan deskripsi harapan, impian,
keinginan, perasaan dan emosi diri..
- 8. Kecerdasan
Naturalis
Belajar dengan cara naturalis dapat dilaksanakan di
alam terbuka, misalnya dengan kegiatan „walking out“ di sekitar Taman
Bermain/Taman Anak-Anak. Hal ini baru dapat dilaksanakan, bila lokasi sekolah
terletak di perumahan yang aman, nyaman, asri, dekat danau dan bebas
polusi, karena tidak dilewati kendaraan umum. Dalam melakukan jalan-jalan
pagi ini anak diperkenalkan dengan alam sekitar, bisa sambil membawa kaca
pembesar dan teropong, sehingga dapat mengeksplorasi dan meneliti. Di kelas
dapat dilakukan tanya-jawab tentang apa saja yang dilihat atau
adakan permainan tebak kata tentang binatang dan tumbuh-tumbuhan yang
terlihat di jalan atau membuat aquarium dengan berbagai jenis ikan dan tumbuhan
laut atau mewarnai serangga seperti capung, kupu-kupu, lebah atau menggambar
dan mencat gambar pelangi, pohon, daun, awan atau mengumpulkan seri perangko
buah-buahan dll.
C.hakekat evaluasi media pembelajaran
a. Tujuan Evaluasi
Media Pembelajaran
Secara terminologi evaluasi pendidikan adalah proses kegiatan untuk
menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
dan usaha untuk mencari umpan balik bagi penyempurnaan pendidikan. Edwind Wandt
dan Gerald w. Brown (1977) mengatakan bahwa evaluasi pendidikan adalah :
evaluation refer to the act or process to determining the value of
something. Sesuatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown
yang memberikan definisi tentang Evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan
itu sendiri dapat diartikan suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan
dengan maksud untuk) atau suatu proses (yang berlangsung dalam rangka)
menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu segala
sesuatu yang berhubungan dengan atau yang terjadi dilapangan pendidikan).
Sedangkan evaluasi media pengajaran yang dimaksudkan adalah untuk
mengetahui apakah media yang digunakan dalam proses belajar mengajar dapat
mencapai tujuan.
b. Ciri-Ciri
Efektif Media Pembelajaran
Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan
belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana
guru dan siswa bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. Dalam
komunikasi sering timbul dan terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga
komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien.
Salah satu usaha untuk mengatasi keadaan demikian ialah menguasai
penggunaan media secara terintegrasi dalam proses belajar mengajar, karena
fungsi media dalam kegiatan tersebut untuk meningkatkan keserasian dalam
penerimaan informasi. Agar media pembelajaran dapat berfungsi secara efektif,
terdapat beberapa kriteria yang harus terpenuhi, seperti yang dipaparkan oleh
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai :
1. Ketepatan dengan tujuan
pengajaran, artinya bahan pelajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan
instruksional yang telah ditetapkan.
2. Dukungan terhadap isi bahan
pelajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan
generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.
3. Kemudahan dalam memperoleh media,
artinya media yang diperlukan mudah diperoleh.
4. Keterampilan guru dalam
menggunakan, apapun jenis media yang diperlukan syarat utamanya adalah guru
dapat menggunakannya dalam proses pengajaran.
5. Tersedia waktu untuk
menggunakannya, sehingga dapat bermanfaat bagi siswa.
6. Sesuai dengan taraf berpikir
siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para
siswa.
c. Cara
Mengevaluasi Media Pembelajaran
Terdapat beberapa penilaian dalam mengevaluasi media pembelajaran. H.
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman dalam bukunya, Media Pembelajaran,
menerangkan bahwa ada dua penilaian dalam mengevaluasi media, yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif.
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah suatu proses untuk mengumpulkan data tentang
aktifitas dan efisiensi penggunaan media yang digunakan dalam usaha mencapai
tujuan yang telah diterapkan. Data yang diperoleh akan digunakan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan media yang bersangkutan agar dapat digunakan
lebih efektif dan efisien. Setelah diperbaiki dan disempurnakan, kemudian
diteliti kembali apakah media tersebut layak digunakan atau tidak dalam
situasi-situasi tertentu.
1. Evaluasi Sumatif
Ada tiga tahapan dalam evaluasi sumatif, yaitu : 1) evaluasi satu lawan
satu (one on one); 2) evaluasi kelompok kecil (small group evaluation);
dan 3) evaluasi lapangan (field evaluation).
Pada tahapan evaluasi satu lawan satu (one on one), dipiliha dua
orang atau lebih yang dapat mewakili populasi dari target media yang dibuat
media disajikan kepada siswa secara individual. Kedua orang yang terpilih
tersebut satu di antaranya mempunyai kemampuan di bawah rata-rata, dan yang
satunya lagi di atas rata-rata. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
1. Jelaskan kepada siswa tentang
rancangan media baru. Kemudian amati reaksi mereka terhadap media yang dibuat
ditampilkan tersebut.
2. Katakan kepada siswa bahwa kalau
terjadi kesalahan penggunaan media tersebut, bukanlah karena kekurangan siswa
tapi karena kelemahan media.
3. Usahakan agar siswa bersifat
santai dan bebas dalam mengemukakan pendapat mereka mengenai media yang
ditampilkan tersebut.
4. Lakukan tes awal untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan dan pengetahuan siswa terhadap penggunaan media tersebut.
5. Catat lama waktu yang digunakan
dalam penyajian media tersebut dan catat pula reaksi siswa terhadap penampilan
media tersebut.
6. Berikan tes yang mengukur
keberhasilan penggunaan media tersebut.
7. Lakukan analisis terhadap
informasi yang terkumpul.
Selanjutnya evaluasi kelompok kecil dilakukan kepada 10-20 orang siswa yang
dapat mewakili populasi target. Siswa yang dipilih tersebut hendaknya dapat
mewakili populasi. Usahakan siswa yang dipilih tersebut terdiri dari
siswa-siswa yang kurang pandai, sedang dan yang pandai, terdiri dari siswa
laki-laki dan siswa perempuan yang terdiri dari berbagai latar belakang.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan bahwa media tersebut
pada tahap formatif dan memerlukan umpan balik untuk penyempurnaannya.
2. Berikan tes awal untuk mengukur
kemampuan dan pengetahuan siswa tentang topik yang berkenaan dengan penggunaan
media.
3. Tegaskan kepada siswa untuk
mempelajari media tersebut.
4. Berikan tes untuk mengetahui
sejauh mana tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
5. Bagikan angket kepada siswa untuk
mengetahui menarik tidaknya media yang digunakan, mengerti tidaknya siswa
terhadap pesan yang disampaikan oleh media tersebut, konsistensi tujuan dan
materi dan cukup tidaknya latihan yang dilakukan.
6. Lakukan analisis terhadap
data-data yang terkumpul.
Berikutnya evaluasi lapangan (field evaluation) merupakan tahap
akhir dari evaluasi formatif. Untuk itu diusahakan situasi yang mirip dengan
situasi yang sebenarnya. Dalam pelaksanaannya dipilih 30 orang siswa dengan
berbagai kataristik yang meliputi tingkat kepandaian kelas, latar belakang,
jenis kelamin, usia, kemajuan belajar dan sebagainya. Prosedurnya adalah
sebagai berikut :
1. Pilih siswa sebanyak 30 orang
yang betul-betul mewakili populasi.
2. Jelaskan kepada siswa maksud uji
coba lapangan dan hasil akhir yang diharapkan. Usahakan siswa bersifat
relaks/santai dan berani mengeluarkan pendapat atau penilaian. Ingatkan kepada
mereka bahwa uji coba bukan menguji kemampuan mereka.
3. Berikan tes awal untuk mengukur
pengetahuan dan keterampilan mereka mengenai topik yang menggunakan media
tersebut.
4. Sajikan media yang sesuai dengan
rencana perbuatannya.
5. Lakukan postes untuk mengukur
pencapaian hasil belajar siswa setelah penyajian media tersebut. Hasil tes
akhir dibandingkan dengan tes awal yang digunakan untuk mengetahui efektifitas
dan efesiensi media yang dibuat tersebut.
6. Edarkan tes skala sikap kepada
siswa yang dipilih tersebut untuk mengetahui sikap mereka terhadap media yang
digunakan.
7. Lakukan analisa terhadap data
yang diperoleh melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan, terutama mengenai
keampuhan awal pretes, skor tes awal dan tes akhir, waktu yang diperlukan,
perbaikan dari bagian-bagian yang sulit, pengajaran serta kecepatan sajian dan
sebagainya.
D. Kriteria Evaluasi Pendidikan
Dalam melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran, aspek psikologis
perlu dipertibangkan. Sebab aspek psikologis inilah yang membuat orang memiliki
gaya belajar berbeda. Ada tiga gaya belajar yang dimiliki manusia yakni: gaya
belajar visual (belajar dengan cara melihat), gaya belajar audiotorial (belajar
dengan cara mendengar) dan gaya belajar kinestetik (belajar dengan cara
bergerak, bekerja dan menyentuh).
Dengan demikian, untuk melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran,
hal-hal tersebut turut dipertimbangkan. Dibawah ini disebutkan beberapa
kriteria dalam mengevaluasi media pembelajaran yang perlu diperhatikan apabila
orang melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran.
1. Relevan dengan tujuan pendidikan
atau pembelajaran
2. Persesuain dengan waktu, tempat,
alat-alat yang tersedia, dan tugas pendidik
3. Persesuaian dengan jenis kegiatan
yang tercakup dalam pendidikan,
4. Menarik perhatian peserta didik
5. Maksudnya harus dapat dipahami
oleh peserta didik
6. Sesuai dengan kecakapan dan
pribadi pendidik yang bersangkutan
7. Kesesuaian dengan pengalaman atau
tingkat belajar yang dirumuskan dalam syllabus
8. Keaktualan (tidak ketinggalan
zaman)
9. Cakupan isi materi atau pesan
yang ingin disampaikan
10. Skala dan ukuran
11. bebas dari bias ras, suku, gender
BAB III Hasil visitas dalam
Observasi
- Profil sekolah
TK dan SD Wening merupakan lembaga pendidikan yang telah di percaya oleh
masyarakat,dan di bina oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Lembaga Pendidikan ini di bawah naungan Yayasan Pendidikan TK/SD Wening.
Nama” wening “sendiri di ambil dari
bahasa sansakerta yang artinya hening atau tenang. Pendiri yayasan mengambil
nama wening sebagai tujuan dalam lembaga pendidikan tersebut untuk membentuk
generasi penerus yang tenang, taqwa dan tekun untuk mencapai cita-cita.
Visi dan Misi TK dan SD Wening “kualitas dalam taqwa kompetensi dalam
prestasi”
TK dan SD Wening berada dalam satu lokasi,TK Wening berdiri sejak 21 juli
1980 sedangkan SD Wening berdiri sejak 17 juli 1987
Sekolah ini berdiri di atas tanah seluas 1500 m2 dengan luas
bangunan 780m2
TK dan SD Wening di bina oleh tenaga profesional berlatar belakang
pendidikan yang telah di tetapkan oleh Depdiknas.
Fasilitas yang tersedia di sekolah dasar Wening adalah:
1. Halaman,dan taman yang luas untuk
upacara,kegiatan pramuka dan bermain
2. Ruang kelas yang nyaman
3. Perpustakaan dan sanggar pramuka
4. Ruang kesehatan (UKS)
Lembaga pendidikan ini bekerja sama dengan:
1) instansi terkait
2) lembaga psikologi terapan
3) lembaga bina prestasi
4) komponen pendidikan
5) lembaga pendidikan keterampilan
Prestasi yang pernah di capai TK dan SD Wening:
·
juara lomba menari
·
juara lomba MTQ
·
juara lomba senam
·
juara lomba praktek sholat
·
juara lomba cerdas cermat
·
juara lomba loketa
·
juara lomba kegiatan pramuka
·
dan juara lomba yang di adakan oleh instansi dan organisasi terkait
jumlah murid kelas 1 adalah 48
siswa yang di bagi menjadi 2 kelas yaitu 24 anak untuk kelas pagi dan 24 untuk
kelas siang
- Rencana pembelajaran
- Kelebihan dan kelemahan
Bab.IV Penutup
a.
Kesimpulan
Anak
SD kelas awal telah memasuli Fase kanak-kanak
tengah dan akhir
Pada fase ini perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 6 sampai 11 tahun.
Anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis, dan
berhitung. Secara formal mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan
budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan
pengendalian diri sendiri bertambah pula.
Pada
masa ini masih dalam tahap perkembangan otak yang pesat maka perlu pemberian rangsangan
yang baik
Kecerdasan memang erat
hubungannya dengan kemampuan berpikir. Yang disebut dengan anak yang cerdas
adalah anak yang tanggap, cepat paham, mampu melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu dan dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Intelejensi atau kecerdasan merupakan salah satu fase dari hasil perkembangan
otak
Gardner menekankan, bahwa kecerdasan tidak hanya berupa kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas di sekolah saja yang lebih banyak kaitannya dengan
kemampuan verbal logis, melainkan kecerdasan itu adalah kumpulan kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk memahami informasi, mengumpulkan fakta dan
menyampaikan pengetahuan yang didapatnya. Gardner membagi kecerdasan anak
menjadi 8 yang di sebut dengan Multiple
Intelegence
Untuk mengembangkan multiple
intelegence dalam pembelajaran di sekolah sangat di pengruhi oleh perencanaan
pembelajaran dan penyediaan media pembelajaran yang dapat mendukung
perkembangan tersebut.untuk itu guru harus pintar dalam memilih media
pembelajaran
b.
Saran
Dalam mengoptimalkan pembelajaran guru harus menyediakan lingkungan
pembelajaran yang serasi dengan tujuan pembelajaran,artinya setiap media yang
di sediakan harus bermakna dan mempunyai tujuan.
Dalam memilih media pembelajaran, aspek psikologis perlu dipertibangkan.
Sebab aspek psikologis inilah yang membuat orang memiliki gaya belajar berbeda.
Ada tiga gaya belajar yang dimiliki manusia yakni: gaya belajar visual (belajar
dengan cara melihat), gaya belajar audiotorial (belajar dengan cara mendengar)
dan gaya belajar kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan
menyentuh. Oleh karena itu dalam memilih media pembelajaran dapat menyentuh
gaya belajar setiap siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Anshor, Ahmad Muhtadi. 2009. Pengajaran Bahasa Arab: Media dan
Metode-Metodenya. Yogyakarta : TERAS
Arsyad, Azhar 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 1990. Media Pengajaran. Bandung : CV
Sinar Baru
Usman, M Basyiruddin dan Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta
: Ciputat Pers
Mulyani
Sumantr i dan Syaodih, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta : Universitas Terbuka,
2006)
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008)
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan
Anak I (Jakarta: Erlangga, 1991)
http://www.pestalozzi-indonesia.com/content/view/25/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar